Kafalah Yatim-Dhuafa
Bea Siswa Mahasantri
Walisongo Tanggap

Serbuan Militer Israel di Perairan Internasional: Aktivis Greta Thunberg Diculik, Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza Disita

Tim Redaksi Walisongo, Senin, 9 Juni 2025 12:57 WIB

WALISONGO.NET – Militer Israel kembali menjadi sorotan dunia setelah menyerbu MV Madleen, kapal yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza, di perairan internasional pada Senin (9/6/2025) pagi WIB. Insiden ini menyebabkan penculikan sejumlah aktivis, termasuk aktivis iklim Swedia Greta Thunberg, dan penyitaan muatan bantuan yang sangat dibutuhkan warga Gaza.

Freedom Flotilla Coalition (FFC), pihak yang mengirimkan kapal tersebut, melaporkan bahwa serbuan dimulai selepas pukul 06.00 WIB. Sebuah pesawat nirawak Israel terlebih dahulu mengacak sinyal dan menyemprotkan cairan yang menyebabkan mata serta hidung perih di atas MV Madleen. Tak lama kemudian, komunikasi FCC dengan kapal terhenti.

Dalam sebuah video yang disiarkan oleh FCC, Greta Thunberg merekam sebelum serbuan terjadi, “Saya Greta Thunberg. Saya dari Swedia. Jika Anda melihat video ini, kami telah dicegat dan diculik di perairan internasional oleh tentara pendudukan Israel.” Anggota Parlemen Eropa, Rima Hassan, yang juga berada di kapal, menegaskan, “Kami tidak bersenjata. Yang ada hanya bantuan kemanusiaan.” Ia menyatakan komitmen untuk terus berupaya mengirimkan bantuan ke Gaza tanpa batas waktu tertentu.

Juru bicara FCC, Mahmud Abu-Odeh, mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas nasib orang-orang di kapal. “Kapal dimasuki secara ilegal, awaknya yang tidak bersenjata diculik, dan muatan kemanusiaan—termasuk susu bayi, makanan, dan obat-obatan—disita,” ujarnya, menambahkan bahwa mereka diduga kuat diculik di perairan internasional.

Sebelumnya, pada Minggu dini hari, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, memang telah memerintahkan militer Israel untuk mencegat kapal tersebut. Pencegatan ini diklaim untuk mencegah kapal melanggar blokade laut yang telah puluhan tahun diterapkan Israel terhadap Gaza, dan semakin diperketat sejak serbuan Israel pada Oktober 2023.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Israel pada Senin menyatakan bahwa MV Madleen telah dibawa ke Israel dan “penumpang diharapkan pulang ke negara masing-masing,” sembari menyebut pelayaran itu hanya mencari sensasi.

Blokade laut yang diberlakukan Israel membuat jalur pasokan ke Gaza hanya bisa melalui Mesir atau Israel. Namun, pintu pelintasan Rafah yang menghubungkan Gaza-Mesir telah diduduki Israel sejak Oktober 2023, sementara pintu-pintu lain telah lama ditutup. Parahnya, berbagai kelompok warga Israel juga kerap menghadang truk bantuan yang akan masuk Gaza melalui perbatasan Gaza-Israel, bahkan pemerintah Israel dengan sengaja melarang truk-truk tersebut. Laporan dari The Guardian dan Arab News juga mengungkapkan bahwa kelompok bersenjata sokongan Israel kerap menjarah bantuan yang masuk, bahkan mantan Menhan Israel Avigdor Lieberman memaparkan bukti pasokan senjata Israel ke kelompok ini atas perintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Klaim Israel atas Kematian Mohammad Sinwar di Rumah Sakit Eropa

Di sisi lain, pada Minggu (8/6/2025), Israel mengajak sejumlah jurnalis ke Rumah Sakit Eropa di Khan Younis, Gaza. Militer Israel, Tzahal, mengklaim bahwa RS itu menjadi tempat persembunyian para pemimpin Hamas, termasuk Mohammad Sinwar, adik dari mendiang Yahya Sinwar, yang disebut-sebut meneruskan kepemimpinan Hamas.

Tzahal mengizinkan jurnalis menyiarkan video dan foto dari dalam RS, dengan syarat harus diperiksa dan disensor terlebih dahulu. Juru bicara Tzahal, Brigadir Jenderal Effie Defrin, menyebut bahwa Mohammad Sinwar tewas di RS itu, namun tidak menunjukkan bukti penguat.

Baca Juga  Visa Haji Furoda Tak Terbit, BP Haji Imbau Calon Jemaah Waspadai Penipuan

Ruangan-ruangan bawah tanah yang diklaim sebagai kompleks komando dan kontrol utama Hamas terlihat utuh menurut laporan New York Times, dengan dinding tidak rusak, kasur, pakaian, dan seprai yang masih rapi, meskipun Israel mengklaim Sinwar dan koleganya terbunuh akibat serangan senjata berat. Bahkan, senapan militer Israel yang diklaim dicuri Sinwar masih terlihat di salah satu sudut ruangan. Defrin menduga kematian Sinwar dan pemimpin Hamas lainnya akibat gas atau gelombang kejut ledakan.

Di dalam ruangan bawah tanah itu, militer Israel mengklaim menemukan persediaan senjata, amunisi, uang tunai, dan sejumlah dokumen. Namun, perlu dicatat bahwa sebelumnya Juru Bicara Tzahal juga pernah menunjukkan ruang bawah tanah yang diklaim tempat persembunyian Hamas, yang belakangan terungkap sebagai gudang rumah sakit dan tulisan di dinding adalah jadwal jaga dokter dan perawat. Terungkap pula bahwa Israel sengaja meletakkan sejumlah benda dalam ruangan yang ditunjukkan ke publik.

Situasi Kemanusiaan Memprihatinkan dan Serangan Terhadap Warga Sipil

Bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza sangat dibutuhkan mengingat kelaparan akut yang melanda hampir semua populasi yang tersisa. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai lembaga lain berulang kali menyebut kondisi ini, bahkan sering beredar foto dan video anak-anak Gaza yang terlihat kurus kering.

Proses distribusi pangan oleh Israel-AS juga terus memakan korban. Dalam sepekan terakhir, lebih dari 200 orang tewas akibat penembakan Israel terhadap warga yang mendekati titik distribusi. Pada Minggu (8/6/2025), sedikitnya 12 warga Palestina tewas setelah militer Israel menembaki mereka saat berupaya mendapatkan bahan makanan di dekat titik distribusi milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Militer Israel mengklaim mereka melepaskan tembakan kepada warga yang mendekati pasukannya.

Saksi mata, Abdallah Nour al-Din, menceritakan bahwa warga mulai berkumpul dini hari dan bergerak menuju titik lokasi pembagian bantuan. “Setelah sekitar satu setengah jam, ratusan orang bergerak menuju lokasi dan tentara melepaskan tembakan,” ujarnya. Sebelas jenazah dibawa ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, sementara satu korban lainnya dibawa ke RS Al-Awda.

Adham Dahman, salah seorang korban luka, mengatakan, “Kami tidak tahu bagaimana cara melarikan diri. Ini jebakan bagi kami, bukan bantuan.” Sementara itu, Zahed Ben Hassan, saksi mata lainnya, menuturkan, “Mereka mengatakan, itu adalah area aman dari pukul 06.00 pagi hingga 18.00 sore. Jadi, mengapa mereka mulai menembaki kami?”

Secara keseluruhan, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 108 jenazah dibawa ke rumah sakit di Gaza dalam 24 jam terakhir, tidak hanya dari lokasi distribusi bahan makanan GHF, tetapi juga dari sejumlah titik di Gaza yang menjadi sasaran serbu IDF.

Meskipun demikian, seorang pejabat GHF dan militer Israel membantah terjadi kekerasan dan penembakan di dalam atau di sekitar lokasi distribusinya.PBB dan Lembaga Kemanusiaan Berulang Kali Soroti Krisis Kelaparan di Gaza

Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai lembaga kemanusiaan lainnya telah berulang kali menyuarakan keprihatinan mendalam mengenai krisis kelaparan akut yang melanda hampir seluruh populasi yang tersisa di Gaza. Kondisi ini digambarkan sangat memprihatinkan, dengan banyak laporan visual yang menunjukkan anak-anak Gaza yang terlihat sangat kurus, dengan tulang rusuk menonjol, sebagai indikasi kekurangan gizi yang parah.

Baca Juga  Ketua Umum Jam’iyyah Walisongo Nusantara: “Kami Takkan Diam Saat Palestina Dibantai!”

Distribusi Bantuan yang Memakan Korban

Proses distribusi pangan yang kini dikendalikan oleh Israel dan kelompok tentara bayaran Amerika Serikat juga terus memakan korban jiwa. Dalam sepekan terakhir saja, lebih dari 200 orang dilaporkan tewas akibat serangkaian penembakan oleh pasukan Israel terhadap warga yang mencoba mendekati titik distribusi bantuan.

Pada Minggu (8/6/2025), sedikitnya 12 warga Palestina tewas setelah militer Israel menembaki mereka saat berupaya mendapatkan bahan makanan. Insiden ini terjadi ketika mereka tengah menuju dua titik distribusi bantuan milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Militer Israel mengklaim bahwa penembakan dilakukan karena warga mendekati pasukannya.

Seorang saksi mata, Abdallah Nour al-Din, menceritakan bahwa warga mulai berkumpul di wilayah Al-Alam Rafah dini hari dan bergerak menuju lokasi yang diperkirakan akan menjadi pusat pembagian bantuan. “Setelah sekitar satu setengah jam, ratusan orang bergerak menuju lokasi dan tentara melepaskan tembakan,” katanya. Sebelas jasad warga yang tewas ditembak dibawa ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, sementara satu korban tewas lainnya dibawa ke RS Al-Awda.

Beberapa saksi mata mengungkapkan bahwa penembakan pertama di Gaza selatan terjadi sekitar pukul 06.00 pagi. Mereka diberitahu bahwa lokasi tersebut akan dibuka pada jam tersebut, mendorong banyak orang untuk datang lebih awal demi mendapatkan makanan.

Adham Dahman, yang dirawat di Rumah Sakit Nasser dengan perban di dagunya, mengatakan bahwa sebuah tank menembaki mereka. “Kami tidak tahu bagaimana cara melarikan diri,” katanya. “Ini jebakan bagi kami, bukan bantuan.” Saksi lainnya, Zahed Ben Hassan, menuturkan, “Seseorang di sebelah saya tertembak di bagian kepala. Mereka mengatakan, itu adalah area aman dari pukul 06.00 pagi hingga 18.00 sore. Jadi, mengapa mereka mulai menembaki kami?” Ia menambahkan bahwa militer Israel bisa melihat mereka dengan jelas meskipun cahaya padam.

Militer Israel sendiri pada hari Jumat sebelumnya telah mengumumkan bahwa lokasi-lokasi distribusi akan dibuka selama jam-jam tersebut, dan area-area tersebut akan menjadi zona militer tertutup selama sisa waktu.

Secara keseluruhan, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 108 jenazah dibawa ke rumah sakit di Gaza selama 24 jam terakhir. Selain korban tewas tidak jauh dari lokasi distribusi bahan makanan GHF, korban tewas lainnya juga berasal dari sejumlah titik di Gaza yang menjadi sasaran serbuan IDF. Meskipun demikian, seorang pejabat GHF dan militer Israel membantah terjadi kekerasan dan penembakan di dalam atau di sekitar lokasi distribusinya.Desakan Internasional dan Potensi Pelanggaran Hukum Humaniter

Insiden penyerbuan kapal bantuan di perairan internasional dan laporan penembakan terhadap warga sipil yang mengantre bantuan telah memicu gelombang desakan dari komunitas internasional. Berbagai organisasi hak asasi manusia dan lembaga internasional menyerukan penyelidikan independen atas tindakan militer Israel. Mereka menekankan bahwa penyerbuan di perairan internasional dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional, khususnya hukum laut. Penculikan aktivis dan penyitaan bantuan kemanusiaan juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap konvensi-konvensi kemanusiaan internasional.

Baca Juga  Israel Bantah Tudingan Serangan di Pusat Bantuan Gaza, Tuduh Hamas sebagai Pelaku

Krisis kemanusiaan di Gaza, yang diperparah oleh blokade dan penargetan terhadap distribusi bantuan, semakin mendesak PBB dan negara-negara anggota untuk mencari solusi jangka panjang. Beberapa pihak mengusulkan pembentukan koridor kemanusiaan yang aman dan tidak terganggu, serta tekanan diplomatik yang lebih kuat terhadap Israel untuk mencabut blokade dan memastikan akses penuh bantuan.

Masa Depan Gaza dan Upaya Perlawanan yang Tak Henti

Di tengah situasi yang semakin memanas ini, masa depan Gaza masih diselimuti ketidakpastian. Dengan infrastruktur yang hancur, ribuan korban tewas, dan jutaan jiwa yang terancam kelaparan, upaya rekonstruksi dan pemulihan akan menjadi tantangan besar. Sementara itu, kelompok-kelompok perlawanan Palestina, termasuk Hamas, bersumpah untuk terus melawan pendudukan Israel dan berupaya membebaskan Gaza dari blokade.

Meskipun Israel mengklaim telah membunuh sejumlah pemimpin Hamas, termasuk Mohammad Sinwar, keraguan atas bukti-bukti yang diberikan oleh Tzahal tetap ada. Hal ini menambah kompleksitas narasi konflik dan menimbulkan pertanyaan tentang transparansi informasi yang disampaikan oleh militer Israel.

Dunia kini menanti langkah konkret dari komunitas internasional untuk menghentikan penderitaan di Gaza dan memastikan keadilan bagi para korban. Tanpa intervensi yang kuat, siklus kekerasan dan krisis kemanusiaan diperkirakan akan terus berlanjut di wilayah yang bergejolak ini.Seruan untuk Aksi Kemanusiaan Mendesak dan Desakan Akuntabilitas

Mengingat kondisi di Gaza yang kian memburuk, desakan untuk aksi kemanusiaan yang lebih besar dan segera terus menggema dari berbagai penjuru dunia. Organisasi-organisasi internasional dan pegiat kemanusiaan menyerukan pembukaan jalur-jalur pasokan yang aman dan tanpa hambatan untuk memastikan bantuan mencapai setiap warga Gaza yang membutuhkan. Mereka juga mendesak agar Israel menghentikan penargetan terhadap warga sipil dan fasilitas kesehatan, serta mematuhi hukum humaniter internasional.

Selain itu, tuntutan untuk akuntabilitas atas tindakan-tindakan militer Israel, termasuk penyerbuan kapal bantuan di perairan internasional dan insiden penembakan warga sipil, semakin menguat. Komunitas internasional diharapkan tidak hanya memberikan kecaman, tetapi juga mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan keadilan bagi para korban dan mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan. Hal ini termasuk potensi pembentukan komite penyelidikan independen dan penjatuhan sanksi bagi pihak-pihak yang terbukti melanggar hukum internasional.

Implikasi Jangka Panjang bagi Perdamaian di Kawasan

Konflik yang terus berlarut-larut dan krisis kemanusiaan yang mendalam di Gaza memiliki implikasi jangka panjang yang serius bagi prospek perdamaian di kawasan Timur Tengah. Eskalasi kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia hanya akan memperdalam jurang ketidakpercayaan dan kebencian antara kedua belah pihak. Tanpa adanya solusi politik yang adil dan berkelanjutan, serta komitmen dari semua pihak untuk mengakhiri kekerasan, siklus penderitaan di Gaza kemungkinan besar akan terus berlanjut.

Masyarakat internasional, khususnya negara-negara besar dan lembaga-lembaga berpengaruh, memikul tanggung jawab besar untuk memediasi dialog, mendorong gencatan senjata yang permanen, dan memfasilitasi solusi dua negara yang memungkinkan Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai dan aman. Ini adalah satu-satunya jalan menuju stabilitas dan kemakmuran jangka panjang di wilayah yang telah lama dilanda konflik ini.

Sharing is Caring