Bunker Super Nuklir Iran

Pilot Israel: “Komandan, kami sudah meledakkan Natanz!”
Komandan: “Bagus! Bagaimana dengan uranium-nya?”
Pilot: “…Kayaknya masih utuh, sih. Tapi gedungnya hancur total!”
Komandan: “Kita hancurkan rumahnya, tapi orangnya tetap di ruang bawah tanah, menonton Netflix.”

Bayangkan Anda sedang bermain game tower defense. Israel melempar katakanlah seratus atau seribu jet tempur, rudal, dan drone, lalu Iran masih duduk-duduk santai berada di bawah tanah sambil menyeruput teh saffron dan berkata, “Lucu juga.”

Dunia menonton, pada Jumat yang tak biasa, langit Iran diwarnai kembang api tak diundang. Israel, dalam aksi yang disebut “preemptive strike”, tiba-tiba nekad menggempur fasilitas nuklir Iran di Natanz, lalu mengumumkan telah meledakkan pusat produksi bahan bakar nuklir yang berada di atas tanah.

Ya, Anda tidak salah baca. Yang dihantam adalah bagian atasnya. Permukaannya. Hanya gedungnya. Bukan jeroannya. Seperti memukul helm di kepala sambil berharap otaknya copot. Seperti main mercon di atas sumur sementara ikan-ikan berlarian gembira dalam air di bawah sana.

Israel, dengan bangga, merilis klaim ke dunia: beberapa fasilitas berhasil dihancurkan, satu dua ilmuwan top Iran tewas. Padahal sungguh, untuk Iran, kehilangan ilmuwan nuklir sudah seperti kehilangan kucing di kampung —banyak dan cepat berganti. Mati satu tumbuh seribu.

Padahal, faktanya, menurut Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, bahan bakar nuklir tingkat tinggi Iran masih aman terkendali — dan masih di tempatnya. Kebetulan, tim IAEA saat itu juga sedang berada di Iran, melakukan tugas mereka.

Menurut laporan intelijen Barat dan pengawas internasional, pusat penyimpanan utama bahan nuklir Iran tidak berada di Natanz, tapi di sebuah kompleks bawah tanah raksasa di dekat Isfahan — dan Israel tahu itu. Tapi tetap, mereka tidak menyentuhnya. Kenapa?

Lokasi penyimpanan itu, seperti diceritakan para ahli, berada dalam bunker yang dibangun sedalam 80 meter hingga 100 meter di bawah tanah. Bahkan, kabarnya lebih dalam dari itu. Bayangkan membangun nuklir dalam lubang sebesar 30 lantai gedung.

Lokasinya begitu dalam, bahkan bom-bom jenis bunker buster pun seperti dilemparkan roti bakar ke sumur bor. Lebih teknisnya: AS punya bom GBU-57, Massive Ordnance Penetrator seberat 13,6 ton, yang dirancang menembus bunker sedalam 60 meter beton.

Tapi, bom sedahsyat itu pun belum sanggup merusak struktur terdalam fasilitas Iran yang dirancang menggunakan teknik triple shell, berlapis-lapis pelindung dan terletak di bawah pegunungan batu kapur. Jadi, jika Israel ingin benar-benar melumpuhkan fasilitas itu, mereka harus minta tolong kepada… Marvel Universe.

Dan Iran ternyata bukan hanya memperkaya uranium, tapi juga memperkaya teknik sipilnya. Negara yang rentan gempa ini malah punya alasan geologis sekaligus geopolitik untuk menciptakan smart concrete —atau “beton pintar”— dari formula lokal.

Beton ultra-kuat buatan dalam negeri Iran kini menjadi mimpi buruk baru bagi Pentagon dan sekutunya, termasuk Israel. Dicampur dengan serbuk kuarsa dan serat khusus, beton jenis Ultra-High Performance Concrete (UHPC) ini bisa menahan tekanan luar biasa.

Dan bahkan, beton khas buatan Iran ini mampu menyerap getaran serta ledakan. Singkatnya, ini bukan beton biasa. Ini semacam versi Persia dari Captain America’s shield, tapi dipakai untuk membungkus uranium. Sungguh inovasi cerdik.

Sebagai teknologi ganda (dual-use), beton ini memang sah dipakai untuk membangun jembatan, bendungan, terowongan, bahkan pipa air yang tahan puluhan tahun. Tapi dalam praktiknya, beton ini juga membuat fasilitas militer bawah tanah Iran nyaris mustahil dijebol.

Bahkan Menteri Pertahanan AS saat itu, Leon Panetta, pernah menyuarakan kekhawatiran bahwa jika UHPC digunakan secara sistematis di instalasi nuklir, maka bukan hanya bom, tapi seluruh pasukan Avengers pun tak akan mampu menembusnya.

Pentagon akhirnya minta waktu lagi untuk menyempurnakan bom mereka —karena rupanya, teknologi pembunuh selalu tertinggal selangkah di belakang teknologi bertahan hidup. Iran yang sekian lama hidup dalam embargo ekonomi malahan hidup lebih ekonomis.

Jadi, ketika dunia bertanya kenapa Israel tidak menyerang gudang utama uranium di Isfahan, jawabannya sederhana: karena itu bukan gudang biasa. Itu benteng beton super. Dan menyerangnya tanpa rencana matang hanya akan menghasilkan headline bombastis.

Alih-alih menghentikan Iran dari membuat bom, Israel justru memberi alasan moral dan teknis bagi Iran untuk terus memperkuat infrastruktur pertahanannya — karena dunia telah membuktikan bahwa satu-satunya cara bertahan hidup di dunia pasca-kebenaran adalah dengan menggali lebih dalam. Secara harfiah.

Ironisnya, dalam perang propaganda, citra asap lebih penting daripada isi bunker. Sementara media mengulang footage ledakan berkali-kali, dunia diam-diam tahu bahwa uranium-uranium itu masih duduk manis di Isfahan.

Fasilitas nuklir Iran terlindungi bukan hanya oleh beton pintar, tapi juga oleh strategi pintar. Dan pada titik ini, mungkin yang perlu diledakkan bukan lagi bunker Iran, tapi asumsi dunia bahwa bom bisa menyelesaikan segalanya.

Karena pada akhirnya, ini bukan sekadar tentang rudal dan uranium. Ini tentang kecerdasan sipil yang mampu mengalahkan keangkuhan militer.

Dan di tengah gemuruh perang dan politisasi, pelajaran paling menyakitkan bagi agresor mana pun adalah ketika mereka menyadari: musuh yang digambarkan barbar itu, ternyata bisa membangun masa depan dengan bahan yang lebih kuat dari dendam —beton, dan ketekunan.

Anehnya, justru Netanyahu yang mengatakan bahwa Iran “sudah punya cukup uranium untuk membuat sembilan bom atom.” Logikanya, kalau itu yang mengancam, kenapa tidak dihancurkan? Tapi Israel justru memilih mengganggu dapur dan gudangnya.

Israel sadar tak bakal sanggup mengoyak ruang penyimpanan senjata utama Iran. Tapi mungkin kali ini Netanyahu sedang ingin berlatih kamen rider pose sebelum meluncurkan gelombang kedua. Atau mungkin ini sekadar strategi shock and awe —bikin ribut, lalu nego.

Namun dunia tak sebodoh itu. Para inspektur IAEA masih bisa melihat bahwa bahan bakar tetap aman. Ini yang mereka katakan terangan-terangan ke media. Iran pun dengan sinis mengatakan, “Silakan lanjutkan, serangan kalian tak menghentikan apa pun.”

Iran sejak dulu tahu betul bahwa menjadi target berarti harus berpikir seperti cacing tanah, hidup sedalam mungkin. Itu sebabnya sejak awal 2000-an, mereka sudah memindahkan semua infrastruktur penting jauh di bawah tanah. Bahkan di wilayah pegunungan batu terjal.

Mereka tahu satelit bisa memotret, pesawat bisa menyerang, bom bisa dilempar, tapi gravitasi dan batu tetap berpihak pada yang bersabar. Fakta bahwa fasilitas nuklir utama disembunyikan begitu dalam adalah hasil kombinasi dari paranoia dan pengalaman disabotase Mossad.

Dan mungkin juga, Iran modern belajar dari kebijaksanaan arsitek Persia kuno yang hobi bikin qanat (saluran air bawah tanah). Maka, jika Israel atau bahkan Amerika pikir mengalahkan program nuklir Iran bisa dilakukan dengan bom, mereka perlu mengganti strategi.

Serangan Israel ini adalah sinyal — bahwa mereka sudah kewalahan. Benyamin Netanyahu begitu paranoia, tak cukup hanya merasa waspada, tapi masih ingin menunjukkan gigi, dan mungkin juga masih trauma masa lalu ketika dunia hanya bisa menonton Iran memperkaya uranium.

Tapi dari sisi strategi, ini adalah contoh klasik: banyak bunyi, minim hasil. Bahkan, seperti ditulis David E. Sanger di The New York Times, ini mungkin justru mempercepat program senjata Iran, karena mereka makin yakin, dunia tak mampu menghentikan mereka secara militer.

Maka, daripada menyerang bunker dengan bom, mungkin sudah waktunya mencoba diplomasi yang tidak sekadar basa-basi. Atau minimal, upgrade bom-nya dulu ke level Minecraft TNT. Siapa tahu berhasil. Tapi jangan berharap banyak.

-000-

Catatan Akhir:

  • Fasilitas penyimpanan utama uranium Iran berada 80-100 meter di bawah tanah, dekat Isfahan.
  • Serangan Israel hanya menghancurkan bagian atas dari fasilitas di Natanz.
  • Bahan nuklir dan kemampuan pengayaan Iran tidak terpengaruh secara signifikan.
  • Dunia kembali diingatkan: membangun nuklir bisa dicapai dengan teknologi dan tekad. Tapi menghancurkannya — itu butuh lebih dari sekadar rudal dan ego.

Mukjizat di Seat 11A

Catatan Cak AT

Pada pagi yang semula biasa saja, 12 Juni 2025, pesawat Air India AI171 lepas landas dari Bandara Internasional Sardar Vallabhbhai Patel di Ahmedabad, India, menuju London Gatwick, Inggris. Namun hanya dalam 60 detik setelah take-off, pesawat itu terjun bebas dan meledak.

Awalnya pesawat sempat menanjak hingga ketinggian sekitar 400 meter sebelum tiba-tiba menukik tajam dan menghantam asrama BJ Medical College di kawasan Meghaninagar. Seluruh 241 jiwa di dalamnya —229 penumpang dan 12 kru— tewas seketika. Kecuali satu orang.

Ya, satu-satunya yang selamat adalah Viswash Kumar Ramesh, warga negara Inggris keturunan India. Seorang pebisnis biasa, suami, dan ayah dari satu anak. Entah karena keberuntungan, karma, atau ironi alam semesta, pagi itu ia duduk di kursi nomor 11A.

Viswash tengah dalam perjalanan pulang ke London setelah mengunjungi India bersama kakaknya, Ajay Kumar Ramesh, yang pagi itu duduk di kursi 11J —di seberang lorong pesawat. Mereka tadinya berharap bisa duduk berdampingan, tapi takdir menentukan lain.

Ketika reruntuhan pesawat masih berasap dan Viswash diseret petugas medis ke ambulans, tubuhnya penuh luka bakar dan darah. Dalam keadaan setengah sadar, ia berteriak: “Plane fatyo che! Plane fatyo che!” (Pesawatnya jatuh!) Matanya terus mencari Ajay. Tapi Ajay tak pernah ditemukan dalam keadaan hidup.

Awalnya, beredar kabar bahwa Viswash selamat karena melompat dari pintu darurat. Namun hasil investigasi menunjukkan bahwa ia masih duduk dengan sabuk pengaman terpasang. Tubuhnya terlempar utuh ke luar badan pesawat, seperti boneka dari dalam kotak logam yang hancur. Petugas medis kemudian mengevakuasinya ke ambulans.

Dan inilah kisah Viswash, menurut penuturannya sendiri:

-000-

Setiap kali naik pesawat, saya selalu menghindari duduk di dekat pintu darurat. Pintu yang selalu disebut-sebut pramugari dengan banyak tanggung jawab, sesaat sebelum landas. Tapi mungkin sudah suratan, pagi itu saya mendapat kursi 11A —tepat di sebelah pintu darurat kiri.

Kursi itu berada di baris pertama kelas ekonomi, persis di belakang kabin bisnis. Duduk di sana berarti saya harus siap mengambil tindakan penyelamatan jika terjadi sesuatu. Saya tak pernah menyangka, tanggung jawab itu benar-benar datang —bukan dalam bentuk membuka pintu, tapi dalam bentuk menyelamatkan hidup saya.

Pada mulanya, saat pesawat mulai bergerak di landasan, saya melihat lampu-lampu hijau dan putih menyala. Mesin mulai menderu saat memasuki titik pacu untuk segera lepas landas. Saya menarik napas dalam-dalam, membayangkan _scone$ dan teh hangat di London.

Namun detik ke-30 setelah take-off, segalanya berubah.
“It all happened so quickly…”, begitu saya berkata kepada media.

Terdengar dentuman besar. Jeritan. Api berkobar seperti neraka. Logam melengking, hancur berkeping-keping. Dunia seperti berhenti.

Tiba-tiba saya sudah berada di luar pesawat, tergeletak di antara kepingan logam. Saya pikir saya mati. Tapi tidak. Saya meraba tubuh saya. Masih ada. Saya coba membuka mata lebar-lebar. Sekitar saya: tubuh-tubuh manusia, terbakar, terlempar, terdiam.

Saya berusaha berdiri —atau mungkin tubuh saya berdiri sendiri tanpa izin. Saya juga mencoba lari, tapi tidak bisa. Saya tak tahu harus ke mana. Tapi saya tahu satu hal: saya masih hidup. Tubuh saya masih utuh.

Saya tak sempat berpikir macam-macam. Saya coba merangkak, tapi sulit. Bau gosong dan daging terbakar menyengat. Tangan saya ikut terbakar —saya baru menyadarinya belakangan. Yang saya tahu, kalau saya tetap diam, saya akan ikut menjadi abu.

Dalam wawancara dengan Doordarshan, saya menjelaskan: bagian pesawat tempat saya duduk bukanlah sisi yang menghantam langsung ke gedung asrama di saat pesawat jatuh. Justru bagian itu jatuh ke lantai dasar bangunan, menciptakan ruang kosong di antara reruntuhan.

Ruang itulah yang menyelamatkan saya. Ketika pintu darurat di samping saya terlepas, saya melihat celah untuk keluar. Secara refleks saya bergerak, merangkak keluar menuju cahaya. Itulah yang menyelamatkan hidup saya.

Berbeda dengan sisi tempat Ajay duduk. Pesawat yang jatuh menghantam langsung dinding beton. Tidak ada ruang tersisa. Tidak ada jalan keluar. Hanya kehancuran.

Saya sadar, selisih beberapa kursi —bahkan hanya selebar lorong pesawat— bisa menjadi batas antara hidup dan mati.

Saya tak tahu mengapa hanya saya yang selamat. Tapi saya ingat betul: saat api mulai melahap reruntuhan, tangan kiri saya ikut terbakar. Tapi saya tak merasakannya. Rasa takut jauh lebih besar dari rasa sakit.

Saya terus berusaha merangkak keluar dari puing dan api. Lalu ingin berlari, entah ke mana, seolah hidup saya bergantung pada napas berikutnya —karena memang begitu kenyataannya.

Saya melihat tubuh-tubuh tergeletak. Beberapa masih utuh, sebagian tidak. Semuanya diam. Dunia sunyi. Hanya ada suara api dan napas saya sendiri. Langit gelap.

Saya ingat tadi ada seorang wanita tua duduk tak jauh dari saya. Masih mengenakan sabuk pengaman. Tapi dia tidak bergerak. Melihat itu, saya seketika menjerit: “Plane fatyo che!” Saya tak tahu apakah saya masih waras. Mungkin tidak.

Tiba-tiba seseorang memeluk saya dari belakang dan menarik saya ke ambulans. Saat itulah saya menangis. Untuk pertama kalinya. Bukan karena sakit —tapi karena Ajay tak ada di sana.

Sekarang saya berbaring di ranjang nomor 11, Bangsal B7, Rumah Sakit Sipil Ahmedabad. Nomer yang sama dengan kursi saya di pesawat. Saya dijaga polisi. Diberi kunjungan oleh Perdana Menteri. Dikerumuni wartawan.

Semua bertanya, “Bagaimana Anda bisa selamat?”
Saya jawab, “Saya tidak tahu.”
Mungkin karena saya duduk di tempat yang “tepat”.
Mungkin karena badan pesawat saya jatuh ke bagian lantai dasar, bukan yang meledak.
Mungkin karena Tuhan sedang bercanda hari itu.
Atau mungkin, hanya mungkin, agar saya bisa menceritakan ini pada Anda.

Bahwa hidup ini kadang di luar kendali kita.
Bahwa kematian pasti datang tak peduli apakah kita siap atau tidak.
Bahwa bahkan dengan teknologi canggih dan prosedur keselamatan yang ketat, kita tetap hanya manusia —bergantung pada doa, takdir, keberuntungan, cinta… dan sabuk pengaman.

Dan jika Anda pernah duduk di kursi pintu darurat —jangan hanya merasa istimewa. Pelajari benar-benar cara membukanya. Karena mungkin, hanya mungkin, hidup Anda bergantung pada jendela kecil yang bisa terbuka di tengah reruntuhan.

Sungguh, saya tak tahu kenapa saya satu-satunya yang hidup.
Tapi saya tahu satu hal: saya harus hidup untuk tidak melupakan.
Tidak melupakan mereka yang tak sempat keluar.
Tidak melupakan suara dentuman itu.
Dan tidak melupakan betapa tipisnya garis antara hidup dan mati —kadang hanya setebal label kursi 11A.

Dan saya berjanji: saya akan hidup untuk dunia yang lebih baik.

Cak AT – Ahmadie Thaha
Ma’had Tadabbur al-Qur’an, 15/6/2025

Saintis Mati-Matian: Perang Israel-Pecah

Kali ini, Israel mengambil inisiatif menyerang Iran. Serangan ini secara resmi digambarkan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF), dan oleh Perdana Menteri Benyamin Netanyahu, sebagai “serangan preemptif” — tindakan yang diambil sebelum ancaman berubah menjadi kenyataan hancur-hancuran.

Menurut Kepala Staf IDF, Letjen Eyal Zamir, serangan yang disiapkan delapan bulan ini muncul karena situasi telah “mencapai titik tanpa jalan kembali.” Intelijen Israel meyakini bahwa program senjata nuklir Iran telah berkembang pesat hingga menjadi ancaman eksistensial. Israel ketakutan eksistensinya dilenyapkan oleh Iran.

Netanyahu yakin, Iran punya cukup uranium yang diperkaya untuk membuat sembilan bom nuklir, dan mungkin lebih banyak dari yang dilaporkan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Iran diduganya sedang mempercepat langkah menuju weaponization —yakni membangun senjata nuklir itu sendiri.

Ditambah dengan program misil balistik Iran yang berkembang pesat, negara kecil Israel makin ketakutan. Jika dibiarkan, misil-misil ini pun akan menjadi ancaman eksistensial tersendiri karena kemampuan mereka untuk menembus sistem pertahanan Israel. Dan ini terbukti dalam serangan balasan Iran, dengan menarget Tel Aviv.

Maka, dalam serangan Jumat (13/6/2025), Israel membuat target membunuh 25 ilmuwah nuklir Iran, yang keberadaan mereka sudah dipetakan. Namun, dari 25 target, hanya dua orang saja yang “berhasil” mereka bunuh. Ini berarti hanya 8% keberhadilan, alias gagal total. Bayangkan, betapa besar kerugian Israel dalam perang kali ini.

Israel, dalam narasi yang sering diperdengarkan ke dunia internasional, menyerang Iran karena ketakutan jika program senjata nuklir Iran membuahkan “cendol plutonium” yang bisa menyasar Tel Aviv. Masalahnya, pendekatan ini seperti mencoba mematikan listrik sebuah kota dengan menembaki bola lampu satu per satu.

Padahal, saintis boleh mati, tapi pengetahuan tak pernah bisa dibunuh. Menurut data yang dikutip dari Bulletin of the Atomic Scientists, pembunuhan ilmuwan nuklir Iran yang sudah dilakukan banyak negara dengan beragam cara, termasuk meracun, selama ini tidak membuat program nuklir mereka mandek.

Faktanya, program nuklir Iran tetap jalan terus. Tak ada kamus berhenti, sebab negara lain juga tak berhenti. Para saintis mereka banyak, pasti lebih dari 25 orang. Jadi, membunuh dua saintis mereka tak ubahnya seperti memotong satu kabel USB di kantor Google. Besoknya, ada 50 kabel baru yang muncul —dan lebih cepat, lebih aman, lebih efisien.

Strategi “serang otak, bukan bom” ini sudah tua dan usang. Bahkan sejak era Perang Dunia II, Sekutu sudah mencoba membunuh Werner Heisenberg —ilmuwan Jerman yang dicurigai jadi otak bom atom Nazi. Tapi bahkan Moe Berg, agen OSS yang disuruh menembaknya, memutuskan tidak jadi menembak.

Moe Berg beralasan, ia tak yakin apakah Heisenberg benar-benar membuat bom. Dia masih pakai akal sehat, dengan menelusuri fakta-fakta yang dituduhkan kepada target. Hasil akhirnya? Nazi sendiri tak pernah pakai bom. Justru bom atom Amerika Serikat yang kemudian menghanguskan Hiroshima dan Nagasaki.

Jadi, siapa yang berhenti? Tidak ada. Malahan Amerika yang tampil. Yang menarik, jika tujuan utama pembunuhan saintis adalah menghentikan proliferasi senjata nuklir, maka dunia adalah saksi kegagalan monumental strategi ini. Serangan Israel terhadap Iran hanya akan mempercepat kehancuran mereka sendiri.

Lagi pula, Iran bukan satu-satunya negara yang bikin dunia deg-degan. Di Asia saja, ada India dan Pakistan yang punya senjata nuklir, dan dua negara ini saling melotot di atas garis Kashmir seperti dua kucing lapar di dapur sempit. Korea Utara? Punya senjata nuklir, parade misil, dan kadang meluncurkan roket seperti main petasan tahun baru.

Israel sendiri? Tidak pernah secara resmi mengakui. Istilahnya: “Saya tak punya, tapi jangan coba-coba!” Diperkirakan, Israel punya 90+ hulu ledak nuklir. Bahkan, sebanyak 200 senjata nuklir pernah dilaporkan berada dalam persenjataan mereka.

Bagaimana dengan Rusia, AS, Tiongkok, Prancis, Inggris? Mereka ini klub elit yang bukan cuma punya bom atom, tapi punya langganan perawatan dan upgrade tahunan. Bahkan US Nuclear Posture Review 2022 mengisyaratkan modernisasi arsenal nuklir —karena tampaknya bom nuklir tahun 80-an sudah tak sesuai tren.

Jadi, kalau kita bicara menghentikan proliferasi persenjataan nuklir seperti yang dituduhkan Israel terhadap Iran dengan cara membunuh ilmuwan, hasilnya seperti menyemprot air ke kebakaran hutan —dengan parfum. Gagal total. Malahan, Tel Aviv langsung menerima serangan balasan tanpa ampun.

Ada juga pertanyaan penting: Di mana moralitas kita saat membunuh orang-orang yang, secara teknis, bukan kombatan? Pembunuhan ilmuwan —yang bekerja di laboratorium, bukan di medan perang— menunjukkan bahwa batas etika dalam geopolitik makin kabur. Hari ini saintis, besok siapa? Guru matematika? Pakar AI?

Kenyataan pahitnya adalah: dunia ingin hidup tanpa ancaman nuklir, tapi tak ada satu pun yang mau jadi negara pertama yang meletakkan bomnya di museum. Israel sendiri masih menyembunyikan bom mereka seolah tak punya.

Semua pihak bicara tentang non-proliferasi, tapi semua juga bilang, “Tapi jangan saya duluan ya, jaga-jaga aja.” Ini seperti pesta makan malam di mana semua tamu bawa pisau, tapi semua bilang niatnya hanya untuk memotong steak.

Maka, jika ada satu pelajaran dari aksi Israel terhadap Iran, dan sejarah panjang percobaan pembunuhan saintis nuklir dari Heisenberg hingga Fakhrizadeh, adalah ini: Pengetahuan tidak bisa dibunuh. Ia menyebar, berkembang, dan bahkan ketika otaknya disingkirkan, tubuhnya terus melangkah.

Dan satu hal lagi: Jika kamu ilmuwan nuklir, mungkin sebaiknya jangan pakai sepeda motor atau terlalu dekat dengan mobil. Tapi lebih penting lagi, jika kamu pengambil kebijakan, cobalah berhenti berpikir bahwa dunia akan lebih aman hanya karena kamu menghapus satu nama dari daftar saintis.

Karena pada akhirnya, dunia ini bukan soal siapa yang bisa membunuh paling cerdas, walau dengan alasan mengada-ada. Tapi, siapa yang bisa berpikir paling berani —dan benar-benar ingin perdamaian, bukan sekadar ilusi kontrol dalam bentuk ledakan nuklir miniatur.

Referensi:

  • William Tobey, Bulletin of the Atomic Scientists, 27 November 2020.
  • Israel’s Secret Wars oleh Ian Black dan Benny Morris.
  • Thomas Powers, Heisenberg’s War.
  • Data nuklir dunia dari SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute).
  • Berita dan laporan dari Aljazeera, Washington Post, Time, dan New York Times.

Ancaman Pemangkasan Kuota Haji 2026: Indonesia Berjuang di Meja Negosiasi dan Hadapi Tuntutan Reformasi Saudi

Walisongo.net – Kabar mengejutkan datang dari Tanah Suci yang berpotensi mengubah peta penyelenggaraan ibadah haji bagi Indonesia di tahun 2026. Pemerintah Arab Saudi mewacanakan pemangkasan kuota haji Indonesia hingga 50 persen. Sebuah wacana yang jika terealisasi, akan berdampak sangat besar mengingat Indonesia adalah negara pengirim jemaah haji terbesar di dunia. Informasi krusial ini disampaikan langsung oleh Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan) setelah menjalani pertemuan penting dengan Deputi Menteri Haji Arab Saudi di Jeddah pada Selasa, 10 Juni 2025.

Berbagai media nasional terkemuka, termasuk Republika.co.id, Kompas.com, Detikcom, Tempo.co, dan CNN Indonesia, secara serentak menyoroti isu ini. Mereka melaporkan bahwa wacana pemangkasan tersebut merupakan respons tegas Saudi atas evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan haji 2025. Gus Irfan menjelaskan bahwa meskipun kuota resmi haji untuk tahun depan belum ditetapkan—yang lazimnya diumumkan setelah musim haji berakhir—dinamika dan berbagai persoalan yang muncul pada musim haji sebelumnya menjadi pertimbangan utama pihak Saudi.

“Ada wacana pengurangan kuota hingga 50 persen oleh pihak Saudi. Kami sedang melakukan negosiasi, karena manajemen haji tahun depan akan beralih dari Kementerian Agama ke BP Haji,” ujar Gus Irfan dalam siaran persnya, sebagaimana dikutip oleh Detikcom. Peralihan manajemen ini diharapkan akan membawa sistem baru yang lebih adaptif dan responsif, mampu menjawab berbagai tantangan, khususnya dalam aspek pelayanan dan keselamatan jemaah, sejalan dengan visi reformasi manajemen haji Indonesia yang sedang digalakkan.

Sorotan Tajam Terhadap Transparansi Data Kesehatan dan Insiden Kematian Jemaah

Salah satu persoalan utama yang menjadi sorotan tajam dan kekhawatiran mendalam dari Pemerintah Arab Saudi adalah kurangnya transparansi data kesehatan jemaah asal Indonesia. Seperti diungkapkan Kompas.com dan Tempo.co, pihak Saudi sangat prihatin dengan peningkatan jumlah jemaah wafat yang diduga tidak dalam kondisi sehat saat keberangkatan. Kekhawatiran ini kian memuncak dengan adanya kasus jemaah yang meninggal dunia bahkan saat masih dalam perjalanan pesawat menuju Tanah Suci. “Why do you bring people to death here?” ucap perwakilan Kementerian Haji Saudi dalam diskusi tersebut, sebuah pernyataan yang menggarisbawahi urgensi validasi kondisi kesehatan jemaah sebelum berangkat.

Pembentukan Tim Gabungan dan Implementasi Regulasi Ketat Baru

Sebagai langkah konkret dan responsif terhadap kondisi ini, Arab Saudi mendorong pembentukan task force bersama Indonesia untuk mempersiapkan musim haji 2026. Tim gabungan ini akan memiliki fokus utama pada validasi ketat data jemaah, khususnya terkait istithaah (kemampuan fisik dan kesehatan). Selain itu, pengelolaan logistik krusial seperti penerbangan, akomodasi, konsumsi, dan penyediaan tenda di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) juga akan menjadi area pengawasan intensif. Hal ini menunjukkan keinginan Saudi untuk memastikan setiap detail layanan memenuhi standar terbaik.

Tidak hanya itu, Detikcom dan Tempo.co juga melaporkan bahwa Pemerintah Arab Saudi berencana mengimplementasikan sejumlah regulasi baru yang jauh lebih ketat. Di antaranya adalah pembatasan jumlah syarikah (perusahaan penyedia layanan haji) maksimal hanya dua perusahaan, sebuah langkah untuk memfokuskan dan mengontrol kualitas layanan. Pengawasan ketat juga akan diberlakukan terhadap standar hotel, porsi dan kualitas makanan, serta jumlah kasur per jemaah, dengan tujuan menciptakan kondisi yang lebih nyaman dan aman. “Semua aspek layanan akan dikontrol bersama oleh task force Indonesia-Saudi,” tambah Gus Irfan, menandakan era kolaborasi pengawasan yang lebih mendalam.

Kebijakan penting lain yang ditegaskan adalah terkait pelaksanaan dam (denda atau fidyah), yang hanya diperbolehkan di dua tempat yang disetujui: di negara asal jemaah atau melalui perusahaan resmi yang ditunjuk kerajaan di Arab Saudi, yaitu Ad-Dhahi. Pelanggaran terhadap kebijakan ini akan dikenakan sanksi tegas, menunjukkan komitmen Saudi dalam penegakan aturan.

Kesiapan BP Haji Menghadapi Tantangan Berat dan Negosiasi Intensif

Menanggapi wacana pemangkasan kuota dan pemberlakuan regulasi baru yang ketat ini, Gus Irfan menegaskan kesiapan BP Haji untuk melakukan reformasi menyeluruh dalam sistem manajemen haji Indonesia. “Kami ingin memastikan jemaah Indonesia berangkat dalam kondisi layak dan mendapatkan pelayanan terbaik. Karena itu, komunikasi intensif dengan otoritas Saudi akan terus kami lakukan,” tegas Gus Irfan, menggarisbawahi pentingnya dialog berkelanjutan dan adaptasi strategis.

Meskipun kuota haji 2025 telah ditetapkan sebesar 221.000 jemaah (seperti dilaporkan oleh Antara News dan Jakarta Globe pada awal tahun 2025), wacana pemangkasan untuk 2026 ini menjadi perhatian serius dan prioritas utama pemerintah. Mengingat status Indonesia sebagai negara dengan jumlah pengirim jemaah haji terbesar di dunia, upaya diplomasi yang kuat, perbaikan manajemen haji yang komprehensif, dan adaptasi terhadap tuntutan Saudi akan menjadi kunci untuk memastikan pelayanan terbaik serta kuota yang optimal bagi jemaah haji Indonesia di masa mendatang.

Serbuan Militer Israel di Perairan Internasional: Aktivis Greta Thunberg Diculik, Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza Disita

WALISONGO.NET – Militer Israel kembali menjadi sorotan dunia setelah menyerbu MV Madleen, kapal yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza, di perairan internasional pada Senin (9/6/2025) pagi WIB. Insiden ini menyebabkan penculikan sejumlah aktivis, termasuk aktivis iklim Swedia Greta Thunberg, dan penyitaan muatan bantuan yang sangat dibutuhkan warga Gaza.

Freedom Flotilla Coalition (FFC), pihak yang mengirimkan kapal tersebut, melaporkan bahwa serbuan dimulai selepas pukul 06.00 WIB. Sebuah pesawat nirawak Israel terlebih dahulu mengacak sinyal dan menyemprotkan cairan yang menyebabkan mata serta hidung perih di atas MV Madleen. Tak lama kemudian, komunikasi FCC dengan kapal terhenti.

Dalam sebuah video yang disiarkan oleh FCC, Greta Thunberg merekam sebelum serbuan terjadi, “Saya Greta Thunberg. Saya dari Swedia. Jika Anda melihat video ini, kami telah dicegat dan diculik di perairan internasional oleh tentara pendudukan Israel.” Anggota Parlemen Eropa, Rima Hassan, yang juga berada di kapal, menegaskan, “Kami tidak bersenjata. Yang ada hanya bantuan kemanusiaan.” Ia menyatakan komitmen untuk terus berupaya mengirimkan bantuan ke Gaza tanpa batas waktu tertentu.

Juru bicara FCC, Mahmud Abu-Odeh, mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas nasib orang-orang di kapal. “Kapal dimasuki secara ilegal, awaknya yang tidak bersenjata diculik, dan muatan kemanusiaan—termasuk susu bayi, makanan, dan obat-obatan—disita,” ujarnya, menambahkan bahwa mereka diduga kuat diculik di perairan internasional.

Sebelumnya, pada Minggu dini hari, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, memang telah memerintahkan militer Israel untuk mencegat kapal tersebut. Pencegatan ini diklaim untuk mencegah kapal melanggar blokade laut yang telah puluhan tahun diterapkan Israel terhadap Gaza, dan semakin diperketat sejak serbuan Israel pada Oktober 2023.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Israel pada Senin menyatakan bahwa MV Madleen telah dibawa ke Israel dan “penumpang diharapkan pulang ke negara masing-masing,” sembari menyebut pelayaran itu hanya mencari sensasi.

Blokade laut yang diberlakukan Israel membuat jalur pasokan ke Gaza hanya bisa melalui Mesir atau Israel. Namun, pintu pelintasan Rafah yang menghubungkan Gaza-Mesir telah diduduki Israel sejak Oktober 2023, sementara pintu-pintu lain telah lama ditutup. Parahnya, berbagai kelompok warga Israel juga kerap menghadang truk bantuan yang akan masuk Gaza melalui perbatasan Gaza-Israel, bahkan pemerintah Israel dengan sengaja melarang truk-truk tersebut. Laporan dari The Guardian dan Arab News juga mengungkapkan bahwa kelompok bersenjata sokongan Israel kerap menjarah bantuan yang masuk, bahkan mantan Menhan Israel Avigdor Lieberman memaparkan bukti pasokan senjata Israel ke kelompok ini atas perintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Klaim Israel atas Kematian Mohammad Sinwar di Rumah Sakit Eropa

Di sisi lain, pada Minggu (8/6/2025), Israel mengajak sejumlah jurnalis ke Rumah Sakit Eropa di Khan Younis, Gaza. Militer Israel, Tzahal, mengklaim bahwa RS itu menjadi tempat persembunyian para pemimpin Hamas, termasuk Mohammad Sinwar, adik dari mendiang Yahya Sinwar, yang disebut-sebut meneruskan kepemimpinan Hamas.

Tzahal mengizinkan jurnalis menyiarkan video dan foto dari dalam RS, dengan syarat harus diperiksa dan disensor terlebih dahulu. Juru bicara Tzahal, Brigadir Jenderal Effie Defrin, menyebut bahwa Mohammad Sinwar tewas di RS itu, namun tidak menunjukkan bukti penguat.

Ruangan-ruangan bawah tanah yang diklaim sebagai kompleks komando dan kontrol utama Hamas terlihat utuh menurut laporan New York Times, dengan dinding tidak rusak, kasur, pakaian, dan seprai yang masih rapi, meskipun Israel mengklaim Sinwar dan koleganya terbunuh akibat serangan senjata berat. Bahkan, senapan militer Israel yang diklaim dicuri Sinwar masih terlihat di salah satu sudut ruangan. Defrin menduga kematian Sinwar dan pemimpin Hamas lainnya akibat gas atau gelombang kejut ledakan.

Di dalam ruangan bawah tanah itu, militer Israel mengklaim menemukan persediaan senjata, amunisi, uang tunai, dan sejumlah dokumen. Namun, perlu dicatat bahwa sebelumnya Juru Bicara Tzahal juga pernah menunjukkan ruang bawah tanah yang diklaim tempat persembunyian Hamas, yang belakangan terungkap sebagai gudang rumah sakit dan tulisan di dinding adalah jadwal jaga dokter dan perawat. Terungkap pula bahwa Israel sengaja meletakkan sejumlah benda dalam ruangan yang ditunjukkan ke publik.

Situasi Kemanusiaan Memprihatinkan dan Serangan Terhadap Warga Sipil

Bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza sangat dibutuhkan mengingat kelaparan akut yang melanda hampir semua populasi yang tersisa. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai lembaga lain berulang kali menyebut kondisi ini, bahkan sering beredar foto dan video anak-anak Gaza yang terlihat kurus kering.

Proses distribusi pangan oleh Israel-AS juga terus memakan korban. Dalam sepekan terakhir, lebih dari 200 orang tewas akibat penembakan Israel terhadap warga yang mendekati titik distribusi. Pada Minggu (8/6/2025), sedikitnya 12 warga Palestina tewas setelah militer Israel menembaki mereka saat berupaya mendapatkan bahan makanan di dekat titik distribusi milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Militer Israel mengklaim mereka melepaskan tembakan kepada warga yang mendekati pasukannya.

Saksi mata, Abdallah Nour al-Din, menceritakan bahwa warga mulai berkumpul dini hari dan bergerak menuju titik lokasi pembagian bantuan. “Setelah sekitar satu setengah jam, ratusan orang bergerak menuju lokasi dan tentara melepaskan tembakan,” ujarnya. Sebelas jenazah dibawa ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, sementara satu korban lainnya dibawa ke RS Al-Awda.

Adham Dahman, salah seorang korban luka, mengatakan, “Kami tidak tahu bagaimana cara melarikan diri. Ini jebakan bagi kami, bukan bantuan.” Sementara itu, Zahed Ben Hassan, saksi mata lainnya, menuturkan, “Mereka mengatakan, itu adalah area aman dari pukul 06.00 pagi hingga 18.00 sore. Jadi, mengapa mereka mulai menembaki kami?”

Secara keseluruhan, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 108 jenazah dibawa ke rumah sakit di Gaza dalam 24 jam terakhir, tidak hanya dari lokasi distribusi bahan makanan GHF, tetapi juga dari sejumlah titik di Gaza yang menjadi sasaran serbu IDF.

Meskipun demikian, seorang pejabat GHF dan militer Israel membantah terjadi kekerasan dan penembakan di dalam atau di sekitar lokasi distribusinya.PBB dan Lembaga Kemanusiaan Berulang Kali Soroti Krisis Kelaparan di Gaza

Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai lembaga kemanusiaan lainnya telah berulang kali menyuarakan keprihatinan mendalam mengenai krisis kelaparan akut yang melanda hampir seluruh populasi yang tersisa di Gaza. Kondisi ini digambarkan sangat memprihatinkan, dengan banyak laporan visual yang menunjukkan anak-anak Gaza yang terlihat sangat kurus, dengan tulang rusuk menonjol, sebagai indikasi kekurangan gizi yang parah.

Distribusi Bantuan yang Memakan Korban

Proses distribusi pangan yang kini dikendalikan oleh Israel dan kelompok tentara bayaran Amerika Serikat juga terus memakan korban jiwa. Dalam sepekan terakhir saja, lebih dari 200 orang dilaporkan tewas akibat serangkaian penembakan oleh pasukan Israel terhadap warga yang mencoba mendekati titik distribusi bantuan.

Pada Minggu (8/6/2025), sedikitnya 12 warga Palestina tewas setelah militer Israel menembaki mereka saat berupaya mendapatkan bahan makanan. Insiden ini terjadi ketika mereka tengah menuju dua titik distribusi bantuan milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF). Militer Israel mengklaim bahwa penembakan dilakukan karena warga mendekati pasukannya.

Seorang saksi mata, Abdallah Nour al-Din, menceritakan bahwa warga mulai berkumpul di wilayah Al-Alam Rafah dini hari dan bergerak menuju lokasi yang diperkirakan akan menjadi pusat pembagian bantuan. “Setelah sekitar satu setengah jam, ratusan orang bergerak menuju lokasi dan tentara melepaskan tembakan,” katanya. Sebelas jasad warga yang tewas ditembak dibawa ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, sementara satu korban tewas lainnya dibawa ke RS Al-Awda.

Beberapa saksi mata mengungkapkan bahwa penembakan pertama di Gaza selatan terjadi sekitar pukul 06.00 pagi. Mereka diberitahu bahwa lokasi tersebut akan dibuka pada jam tersebut, mendorong banyak orang untuk datang lebih awal demi mendapatkan makanan.

Adham Dahman, yang dirawat di Rumah Sakit Nasser dengan perban di dagunya, mengatakan bahwa sebuah tank menembaki mereka. “Kami tidak tahu bagaimana cara melarikan diri,” katanya. “Ini jebakan bagi kami, bukan bantuan.” Saksi lainnya, Zahed Ben Hassan, menuturkan, “Seseorang di sebelah saya tertembak di bagian kepala. Mereka mengatakan, itu adalah area aman dari pukul 06.00 pagi hingga 18.00 sore. Jadi, mengapa mereka mulai menembaki kami?” Ia menambahkan bahwa militer Israel bisa melihat mereka dengan jelas meskipun cahaya padam.

Militer Israel sendiri pada hari Jumat sebelumnya telah mengumumkan bahwa lokasi-lokasi distribusi akan dibuka selama jam-jam tersebut, dan area-area tersebut akan menjadi zona militer tertutup selama sisa waktu.

Secara keseluruhan, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 108 jenazah dibawa ke rumah sakit di Gaza selama 24 jam terakhir. Selain korban tewas tidak jauh dari lokasi distribusi bahan makanan GHF, korban tewas lainnya juga berasal dari sejumlah titik di Gaza yang menjadi sasaran serbuan IDF. Meskipun demikian, seorang pejabat GHF dan militer Israel membantah terjadi kekerasan dan penembakan di dalam atau di sekitar lokasi distribusinya.Desakan Internasional dan Potensi Pelanggaran Hukum Humaniter

Insiden penyerbuan kapal bantuan di perairan internasional dan laporan penembakan terhadap warga sipil yang mengantre bantuan telah memicu gelombang desakan dari komunitas internasional. Berbagai organisasi hak asasi manusia dan lembaga internasional menyerukan penyelidikan independen atas tindakan militer Israel. Mereka menekankan bahwa penyerbuan di perairan internasional dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional, khususnya hukum laut. Penculikan aktivis dan penyitaan bantuan kemanusiaan juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap konvensi-konvensi kemanusiaan internasional.

Krisis kemanusiaan di Gaza, yang diperparah oleh blokade dan penargetan terhadap distribusi bantuan, semakin mendesak PBB dan negara-negara anggota untuk mencari solusi jangka panjang. Beberapa pihak mengusulkan pembentukan koridor kemanusiaan yang aman dan tidak terganggu, serta tekanan diplomatik yang lebih kuat terhadap Israel untuk mencabut blokade dan memastikan akses penuh bantuan.

Masa Depan Gaza dan Upaya Perlawanan yang Tak Henti

Di tengah situasi yang semakin memanas ini, masa depan Gaza masih diselimuti ketidakpastian. Dengan infrastruktur yang hancur, ribuan korban tewas, dan jutaan jiwa yang terancam kelaparan, upaya rekonstruksi dan pemulihan akan menjadi tantangan besar. Sementara itu, kelompok-kelompok perlawanan Palestina, termasuk Hamas, bersumpah untuk terus melawan pendudukan Israel dan berupaya membebaskan Gaza dari blokade.

Meskipun Israel mengklaim telah membunuh sejumlah pemimpin Hamas, termasuk Mohammad Sinwar, keraguan atas bukti-bukti yang diberikan oleh Tzahal tetap ada. Hal ini menambah kompleksitas narasi konflik dan menimbulkan pertanyaan tentang transparansi informasi yang disampaikan oleh militer Israel.

Dunia kini menanti langkah konkret dari komunitas internasional untuk menghentikan penderitaan di Gaza dan memastikan keadilan bagi para korban. Tanpa intervensi yang kuat, siklus kekerasan dan krisis kemanusiaan diperkirakan akan terus berlanjut di wilayah yang bergejolak ini.Seruan untuk Aksi Kemanusiaan Mendesak dan Desakan Akuntabilitas

Mengingat kondisi di Gaza yang kian memburuk, desakan untuk aksi kemanusiaan yang lebih besar dan segera terus menggema dari berbagai penjuru dunia. Organisasi-organisasi internasional dan pegiat kemanusiaan menyerukan pembukaan jalur-jalur pasokan yang aman dan tanpa hambatan untuk memastikan bantuan mencapai setiap warga Gaza yang membutuhkan. Mereka juga mendesak agar Israel menghentikan penargetan terhadap warga sipil dan fasilitas kesehatan, serta mematuhi hukum humaniter internasional.

Selain itu, tuntutan untuk akuntabilitas atas tindakan-tindakan militer Israel, termasuk penyerbuan kapal bantuan di perairan internasional dan insiden penembakan warga sipil, semakin menguat. Komunitas internasional diharapkan tidak hanya memberikan kecaman, tetapi juga mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan keadilan bagi para korban dan mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan. Hal ini termasuk potensi pembentukan komite penyelidikan independen dan penjatuhan sanksi bagi pihak-pihak yang terbukti melanggar hukum internasional.

Implikasi Jangka Panjang bagi Perdamaian di Kawasan

Konflik yang terus berlarut-larut dan krisis kemanusiaan yang mendalam di Gaza memiliki implikasi jangka panjang yang serius bagi prospek perdamaian di kawasan Timur Tengah. Eskalasi kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia hanya akan memperdalam jurang ketidakpercayaan dan kebencian antara kedua belah pihak. Tanpa adanya solusi politik yang adil dan berkelanjutan, serta komitmen dari semua pihak untuk mengakhiri kekerasan, siklus penderitaan di Gaza kemungkinan besar akan terus berlanjut.

Masyarakat internasional, khususnya negara-negara besar dan lembaga-lembaga berpengaruh, memikul tanggung jawab besar untuk memediasi dialog, mendorong gencatan senjata yang permanen, dan memfasilitasi solusi dua negara yang memungkinkan Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai dan aman. Ini adalah satu-satunya jalan menuju stabilitas dan kemakmuran jangka panjang di wilayah yang telah lama dilanda konflik ini.

Israel Bantah Tudingan Serangan di Pusat Bantuan Gaza, Tuduh Hamas sebagai Pelaku

Pada Minggu, 1 Juni 2025, insiden tragis terjadi di dekat pusat distribusi bantuan di Rafah, Gaza, yang mengakibatkan tewasnya 31 warga Palestina dan melukai lebih dari 170 orang. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, korban tewas dan luka-luka terjadi akibat tembakan yang dilepaskan saat warga berkumpul untuk menerima bantuan makanan.

Militer Israel (IDF) membantah keterlibatan dalam penembakan tersebut. Mereka merilis rekaman drone yang menunjukkan individu bersenjata menembaki kerumunan warga sipil, dan menuduh Hamas sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan tersebut. IDF menyatakan bahwa pasukannya tidak melepaskan tembakan ke arah warga sipil di lokasi kejadian.

Seorang pejabat militer Israel, yang tidak disebutkan namanya, mengakui bahwa pasukan Israel melepaskan tembakan peringatan ke arah individu yang dianggap mencurigakan mendekati posisi mereka, namun menegaskan bahwa tidak ada tembakan langsung ke arah kerumunan.

Sementara itu, saksi mata di lokasi kejadian melaporkan bahwa tembakan berasal dari arah posisi militer Israel, sekitar satu kilometer dari pusat distribusi bantuan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah organisasi yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat.

Komite Internasional Palang Merah (ICRC) melaporkan bahwa rumah sakit lapangan mereka di Rafah menerima 179 korban luka, termasuk anak-anak dan perempuan, dengan luka akibat tembakan dan serpihan.

GHF membantah adanya insiden penembakan di pusat distribusi mereka dan merilis rekaman yang menunjukkan situasi aman selama distribusi bantuan. Namun, keaslian rekaman tersebut belum dapat diverifikasi secara independen.

Insiden ini menambah daftar panjang tragedi kemanusiaan di Gaza, di tengah blokade yang berlangsung sejak Maret 2025 dan ancaman kelaparan yang meluas. Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 54.000 warga Palestina telah tewas sejak konflik meningkat pada Oktober 2023.

Upaya gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar masih menemui jalan buntu, dengan Hamas meminta perubahan pada proposal yang diajukan, sementara Israel menolak permintaan tersebut.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran internasional yang mendalam dan menyoroti urgensi penyelesaian konflik serta perlindungan terhadap warga sipil di wilayah konflik.

Visa Haji Furoda Tak Terbit, BP Haji Imbau Calon Jemaah Waspadai Penipuan

JAKARTA – Ribuan calon jemaah haji Indonesia yang berharap berangkat melalui jalur haji furoda harus menunda niat suci mereka. Hingga menjelang musim haji, visa furoda yang merupakan visa non-kuota dari Pemerintah Arab Saudi belum juga diterbitkan.

Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), Dahnil Anzar Simanjuntak, menegaskan bahwa penerbitan visa furoda sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Arab Saudi. “Menurut pihak Saudi Arabia, visa haji non-kuota seperti furoda tidak akan keluar,” ujar Dahnil dalam keterangan resmi. Ia menjelaskan keputusan ini diambil untuk menertibkan pelaksanaan ibadah haji agar lebih baik dan tertib.

BP Haji mengimbau calon jemaah dan masyarakat untuk berhati-hati terhadap penawaran yang mengatasnamakan visa furoda. Dahnil mengingatkan agar tidak tertipu oleh janji-janji penerbitan visa menjelang puncak haji, karena sudah dipastikan Kerajaan Saudi tidak akan mengeluarkan visa tersebut tahun ini.

Menteri Luar Negeri Indonesia juga menegaskan bahwa keputusan penerbitan visa furoda tetap berada di tangan otoritas Saudi. “Tanya ke Pemerintahan Saudi dong. Dia yang keluarin visanya,” katanya saat dimintai keterangan.

Sementara itu, Sarikat Penyelenggaraan Haji Umroh Indonesia (Sapuhi) menyatakan bahwa jemaah haji furoda yang gagal berangkat tahun ini akan mendapatkan pengembalian dana penuh (full refund). Ketua Umum Sapuhi menjelaskan bahwa para jemaah dapat memilih pengembalian dana atau pengalihan keberangkatan ke haji khusus pada musim haji berikutnya. “Ada tiga cara untuk memberikan konsekuensi kepada jemaah yang tidak berangkat haji mujamalah atau furoda tahun ini, yaitu di-refund full atau dikonversi ke haji khusus,” jelasnya.

DPR RI mendorong adanya pengakuan hukum dan perlindungan yang jelas terhadap jemaah pemegang visa non-kuota agar kejadian serupa tidak berulang. Wakil Ketua Komisi VIII DPR menekankan pentingnya regulasi yang mengatur berbagai jenis visa haji, termasuk visa non-kuota, untuk memberikan kepastian hukum bagi jemaah dan penyelenggara.

BP Haji mengingatkan seluruh calon jemaah untuk selalu memverifikasi informasi dan tidak mudah tergiur tawaran yang tidak jelas. Penting bagi masyarakat memastikan penyelenggara haji memiliki izin resmi dan mengikuti prosedur pemerintah.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama terus berkomunikasi dengan otoritas Saudi untuk memastikan kelancaran ibadah haji dan melindungi hak-hak jemaah Indonesia.

Ketua Umum Jam’iyyah Walisongo Nusantara: “Kami Takkan Diam Saat Palestina Dibantai!”

Parung, Bogor — Dunia kembali diguncang oleh tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung di Palestina. Serangan udara intensif di Jalur Gaza yang mengakibatkan ribuan korban jiwa, termasuk anak-anak dan perempuan, memicu kemarahan publik dan aksi solidaritas global. Di tengah kepedihan itu, Ketua Jam’iyyah Walisongo Nusantara, Abuya KH. M. Munawwir Al-Qosimi, menyuarakan sikap tegas.

“Kami, para pewaris dakwah Walisongo, tidak akan tinggal diam saat saudara-saudara kita di Palestina dibantai secara terang-terangan. Ini bukan sekadar isu kemanusiaan, tapi amanah keimanan dan ukhuwah Islamiyah,” tegas Abuya Munawwir dalam pernyataan resminya di Pesantren Sunan Drajat al-Qosimiyyah, Parung, Bogor, Jumat (30/5).

Kecaman terhadap genosida di Gaza semakin nyaring setelah Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menangis di tengah sidang Dewan Keamanan. Ia menggambarkan “horor yang tak tertahankan” yang dialami rakyat Palestina akibat blokade dan agresi Israel. “Bagaimana bisa dunia melihat ini semua dan tetap diam?” ucapnya, dengan suara bergetar.

Di Spanyol, para aktivis memulai mogok makan tanpa batas waktu. Mereka menuntut pemerintah Spanyol menghentikan ekspor senjata ke Israel dan segera mengakui negara Palestina secara penuh.

Solidaritas Umat Islam Indonesia

Dari Indonesia, kecaman terhadap tindakan biadab Israel juga datang dari berbagai elemen masyarakat. Aksi doa bersama, penggalangan dana, hingga kampanye boikot produk pro-Israel terus digaungkan.

Namun, Indonesia juga diguncang oleh insiden kontroversial: video viral siswi SMPN 216 Jakarta yang mengejek anak-anak Palestina di media sosial. Ketua Jam’iyyah Walisongo Nusantara pun menanggapi tegas:

“Mereka masih muda. Tapi kita wajib mendidik mereka dengan cinta dan empati. Ini tamparan keras bagi dunia pendidikan dan keluarga. Tanpa nilai-nilai ruhaniyah, generasi kita akan kehilangan arah,” ujar Abuya Munawwir, yang juga dikenal sebagai pendidik lintas negara.

Pesan Walisongo: Bantu Palestina dengan Harta dan Doa

Dalam khutbahnya, Abuya juga mengajak seluruh santri, wali santri, dan umat Islam:

“Bantulah Palestina dengan hartamu, dengan doamu, dengan air matamu. Kalau kamu tak bisa membantu dengan tenaga, maka setidaknya hatimu jangan pernah netral. Karena netralitas di saat kezhaliman adalah pengkhianatan.”

Jam’iyyah Walisongo Nusantara juga membuka program khusus penggalangan zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) untuk rakyat Palestina melalui unit filantropi BMW (Baitul Mal Walisongo).

Isu Palestina bukan sekadar konflik geopolitik. Ia adalah cermin kemanusiaan, ujian iman, dan panggilan sejarah. Di saat dunia ragu, Jam’iyyah Walisongo Nusantara, JAWARA berdiri tegak di garis depan perjuangan moral.

Ribuan Calon Jemaah Gagal Berangkat, Haji Furoda 2025 Batal Karena Visa Tidak Terbit

Jakarta, Walisongo.net – Ribuan calon jemaah haji Indonesia yang mendaftar melalui jalur Haji Furoda terpaksa menelan kekecewaan mendalam. Pemerintah Arab Saudi resmi tidak mengeluarkan visa mujamalah atau undangan pribadi untuk musim haji 1446 H/2025 M, yang menjadi dasar legal keberangkatan jalur non-kuota tersebut.

Situasi ini langsung menjadi viral di media sosial dan menimbulkan kegaduhan di kalangan umat Islam Indonesia. Banyak calon jemaah yang telah menabung bertahun-tahun, mengeluarkan dana hingga ratusan juta rupiah, kini terancam tidak bisa menunaikan ibadah haji tahun ini.

Apa Itu Haji Furoda dan Mengapa Populer?

Haji Furoda adalah jalur berhaji tanpa antrean panjang yang menggunakan visa mujamalah langsung dari Pemerintah Arab Saudi. Jalur ini sering menjadi alternatif bagi mereka yang ingin berhaji lebih cepat daripada jalur reguler yang bisa mengantre hingga puluhan tahun di beberapa daerah.

Meski secara hukum internasional visa ini sah dan legal, Haji Furoda tidak berada di bawah tanggung jawab resmi Kementerian Agama RI. Oleh karena itu, kontrol dan perlindungan terhadap jemaah Furoda menjadi lebih lemah dibanding haji reguler atau haji khusus.

Dikonfirmasi: Tidak Ada Visa Mujamalah untuk 2025

Ketua Umum AMPHURI (Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia), Firman M Nur, menegaskan bahwa pihaknya telah mendapatkan informasi resmi dari otoritas Arab Saudi bahwa visa mujamalah tahun ini tidak diterbitkan.

“Kami telah berkomunikasi langsung dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi di Makkah, serta Kantor Urusan Haji Indonesia di Jeddah. Informasi yang kami terima jelas: tidak ada visa Furoda tahun ini,” tegas Firman dalam keterangan resminya.

Kerugian Miliaran, Travel Haji Terdampak

Akibat keputusan ini, sejumlah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang sudah menyiapkan keberangkatan Haji Furoda mengalami kerugian besar. Banyak dari mereka telah membayar uang muka layanan masa’ir (Arafah, Muzdalifah, Mina), memesan tiket pesawat dan hotel, hingga mengurus logistik keberangkatan.

Salah satu penyelenggara menyebut bahwa kerugian perusahaannya mencapai lebih dari Rp3 miliar. “Semua sudah kami siapkan. Tiba-tiba kabar resmi datang bahwa visa tak akan keluar. Kami terpukul, apalagi harus menjelaskan kepada ratusan jemaah yang menaruh harapan besar,” ujarnya.

Penipuan Mengintai: Banyak Jemaah Jadi Korban

Masalah Haji Furoda tak hanya berhenti pada pembatalan visa. Sejumlah kasus penipuan berkedok Haji Furoda juga mencuat. Salah satu kasus besar ditangani Polda Metro Jaya, di mana seorang pemilik biro travel menjanjikan fasilitas mewah dan VIP untuk jemaah Furoda, namun yang terjadi justru jemaah terlantar dan hidup layaknya backpacker.

“Saya dijanjikan hotel bintang lima, bus eksklusif, makanan enak. Tapi di sana saya tidur di trotoar, kelaparan, dan bahkan kehilangan rombongan,” ujar MA, salah satu korban yang mengalami kerugian lebih dari Rp250 juta.

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat untuk tidak tergiur iming-iming berangkat haji cepat dengan biaya mahal namun tanpa jaminan keamanan dan kepastian legalitas.

Imbauan: Gunakan Jalur Resmi, Hindari Haji Spekulatif

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama RI telah mengimbau masyarakat untuk menggunakan jalur resmi, baik itu haji reguler maupun haji khusus. Keduanya memiliki kepastian legalitas, perlindungan hukum, serta koordinasi langsung dengan otoritas Arab Saudi.

“Kami sangat menyarankan agar masyarakat tidak tergiur jalur Furoda, apalagi dari travel yang tidak memiliki izin resmi. Utamakan keselamatan, kepastian ibadah, dan ketenangan hati dalam beribadah,” ujar Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief.

AMPHURI dan organisasi travel haji lainnya juga menyerukan agar jemaah yang telah membayar untuk Haji Furoda segera meminta klarifikasi resmi kepada penyelenggara masing-masing. Jika perlu, langkah hukum bisa ditempuh untuk menuntut ganti rugi.


Catatan Redaksi Walisongo.net:

Fenomena Haji Furoda menjadi cermin bahwa niat ibadah yang tulus perlu diiringi dengan kehati-hatian dalam memilih jalur keberangkatan. Islam mengajarkan bahwa amal yang baik harus dilakukan dengan cara yang benar dan sah. Jangan sampai keinginan untuk menyegerakan ibadah justru membawa kerugian dan kesedihan yang mendalam.

Kami mengajak umat Islam untuk memperbanyak istighfar, tawakal kepada Allah SWT, dan terus berikhtiar dalam jalur yang benar. Haji adalah panggilan Allah, dan siapa yang dikehendaki-Nya akan sampai pada waktunya.