Kafalah Yatim-Dhuafa
Bea Siswa Mahasantri
Walisongo Tanggap

Dakwah Pertama Nabi kepada Keluarga: Titik Awal Dakwah Terang-Terangan

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”
(QS Asy-Syu‘ara: 214)

Ayat ini merupakan tonggak penting dalam sejarah dakwah Rasulullah ﷺ. Setelah tiga tahun menyampaikan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi, turunlah perintah Allah agar beliau menyampaikan kebenaran secara terbuka, dimulai dari keluarga terdekat.

Seruan Agung kepada Keluarga Besar

Menurut riwayat sahih dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, ketika ayat ini turun, Nabi Muhammad ﷺ memanggil seluruh kabilah Quraisy dan menyeru mereka dengan penuh ketegasan:

“Wahai Bani Ka‘b bin Lu’ayy, selamatkan diri kalian dari neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka‘b! Wahai Bani ‘Abd Syams! Wahai Bani ‘Abd Manaf! Wahai Bani Hasyim! Wahai Bani ‘Abdul Muththalib! Wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka! Aku tidak mampu melindungimu dari (siksaan) Allah. Hanya saja aku akan menyambung tali silaturahmi.”

Seruan ini mengguncang keluarga Quraisy. Nabi ﷺ menegaskan bahwa nasab tidak dapat menyelamatkan seseorang dari murka Allah. Ini menunjukkan universalitas ajaran Islam dan pentingnya iman serta amal saleh dalam keselamatan akhirat.

Seruan dari Bukit

Dalam riwayat lain dari Imam Muslim, Rasulullah ﷺ naik ke bukit Shafa dan berseru:
“Wahai Bani ‘Abd Manaf! Aku ini pemberi peringatan. Perumpamaanku seperti seseorang yang melihat musuh dan segera memperingatkan kaumnya, sambil berseru: ‘Ya Shabahaaah!’ (seruan perang).”

Penduduk Makkah berkumpul dan bertanya-tanya. Beliau lalu bertanya kepada mereka:
“Jika aku kabarkan bahwa ada pasukan berkuda di balik gunung ini hendak menyerang kalian, apakah kalian akan percaya?”
Mereka menjawab, “Kami tidak pernah mendapati engkau berdusta.”
Lalu Nabi ﷺ berkata:
“Aku adalah pemberi peringatan akan azab yang sangat pedih.”

Namun, tanggapan Abu Lahab justru penuh cemoohan:
“Celaka engkau! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?”
Maka turunlah ayat: “Tabbat yadaa Abi Lahabinw-wa tabb.” (QS Al-Masad: 1)

Perjamuan di Rumah Abu Talib

Ali bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ mengatur perjamuan khusus untuk Bani Abdul Muththalib. Beliau meminta Ali menyembelih seekor kambing dan menyiapkan makanan sederhana. Meskipun makanan itu sedikit, seluruh tamu (sekitar 40 orang) kenyang, menjadi salah satu mukjizat kenabian.

Setelah makan, Nabi ﷺ menyampaikan dakwahnya dengan penuh kelembutan:
“Wahai Bani Abdul Muththalib, demi Allah, tidak ada pemuda dari bangsa Arab yang datang kepada kaumnya membawa hal lebih mulia daripada yang aku bawa. Aku membawa kebaikan dunia dan akhirat untuk kalian.”
Namun, sebelum beliau melanjutkan, Abu Lahab memotong dan mengejeknya, hingga mereka bubar tanpa menerima dakwah.

Besoknya, Rasulullah ﷺ mengulangi hal yang sama. Kali ini beliau berhasil menyampaikan dakwah secara utuh. Tapi penolakan tetap datang dari banyak pihak, termasuk Abu Lahab.

Perlindungan Abu Thalib dan Keteguhan Rasulullah ﷺ

Saat tekanan terhadap dakwah semakin keras, Quraisy meminta Abu Thalib untuk menghentikan keponakannya. Abu Thalib menyampaikan kepada Nabi ﷺ agar mempertimbangkan permintaan mereka demi kebaikan bersama. Namun, jawaban Nabi ﷺ menggema dalam sejarah:

“Wahai paman, demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya.”

Melihat tekad itu, Abu Thalib menegaskan perlindungannya:

“Pergilah dan katakan apa yang engkau suka. Demi Allah, aku tidak akan menyerahkanmu kepada mereka selama-lamanya.”

Abu Lahab dan Upaya Menghalangi Dakwah

Di pasar Dzu al-Majaz, Nabi ﷺ mendatangi tenda-tenda, menawarkan Islam dengan kata-kata yang lembut dan penuh hikmah. Tapi Abu Lahab mengikuti dari belakang, berteriak kepada orang-orang:
“Jangan dengarkan dia! Ia telah memisahkan kalian dari agama nenek moyang!”

Fitnah Abu Lahab menyebar begitu luas hingga turun surat Al-Masad sebagai balasan atas perbuatannya. Bahkan istrinya, Ummu Jamil, ikut mengejek Nabi ﷺ dengan membawa batu dan menyanyikan:
“Kami benci Muhammad, kami tolak agamanya, kami lawan perintahnya!”

Namun Allah melindungi Nabi ﷺ, hingga Ummu Jamil bahkan tidak melihat beliau saat ingin menyakitinya di masjid.

Awal Perlawanan Fisik: Darah Pertama dalam Islam

Pada awal dakwah terang-terangan, para sahabat tetap melakukan ibadah secara sembunyi-sembunyi. Suatu hari, Sa‘d bin Abi Waqqash dan beberapa sahabat diserang saat salat di lembah. Sa‘d pun membalas dan melukai seorang musyrik. Itulah darah pertama yang tertumpah dalam sejarah Islam.


Penutup

Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa dakwah Islam dibangun di atas keikhlasan, keberanian, dan perlindungan ilahi. Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita bahwa menyampaikan kebenaran bukan sekadar tugas, melainkan amanah yang harus ditegakkan meski harus menghadapi ejekan, pengkhianatan, atau bahkan ancaman nyawa.

Semangat dakwah Walisongo meneladani jejak Rasulullah ﷺ: menyeru kepada Allah dengan hikmah, keberanian, dan kasih sayang — dimulai dari lingkungan terdekat, dan meluas ke seluruh alam.