1. Asal Usul dan Kedatangan ke Jawa

Raden Rahmat, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel, adalah putra dari Syekh Ibrahim Asmarakandi, seorang ulama besar dari Champa (sekarang wilayah Vietnam bagian selatan), dan ibunya adalah putri Raja Champa. Raden Rahmat datang ke Jawa bersama ayahandanya, Syekh Ibrahim, serta saudaranya Ali Musada dan seorang kawannya Abu Hurairah, putra Raja Champa.
Mereka mendarat di pelabuhan Tuban, wilayah pesisir utara Jawa yang telah menjadi pelabuhan penting dan pusat perdagangan serta pertemuan berbagai budaya dan agama. Di sana, mereka menetap sementara untuk menyebarkan dakwah Islamiyah.
Namun, dalam waktu yang tidak lama, Syekh Ibrahim wafat di Tuban. Raden Rahmat kemudian melanjutkan perjalanannya ke kerajaan Majapahit, tepatnya ke istana untuk menemui bibinya yang dinikahi oleh Raja Majapahit, yang saat itu menganut agama Buddha.
2. Pengangkatan sebagai Sunan dan Dakwah di Surabaya
Menurut Babad Ngampeldenta, peresmian Raden Rahmat sebagai imam dan ulama besar di Surabaya dilakukan oleh Raja Majapahit. Gelar “Sunan” dan kedudukan sebagai Wali Allah di Ngampeldenta pun disematkan kepadanya. Inilah awal mula ia dikenal sebagai Sunan Ampel.
Ia juga diangkat menjadi imam Masjid Surabaya oleh seorang pejabat kerajaan yang bernama Arya Sena, yang menjabat sebagai Pecat Tandha di Terung. Atas hubungan baik dengan kerajaan, Raden Rahmat diizinkan tinggal di daerah Ampel (Surabaya sekarang), bersama sejumlah keluarga yang diserahkan oleh pihak kerajaan untuk dididik dalam ajaran Islam.
3. Perjalanan Menuju Ampel dan Pernikahan
Dalam perjalanannya menuju Ampel, Raden Rahmat melewati berbagai wilayah seperti Pari, Kriyan, Wonokromo, dan Kembang Kuning, yang pada waktu itu masih berupa hutan lebat. Di kawasan itu, ia bertemu dengan seorang tokoh lokal bernama Ki Wiryo Saroyo, yang juga dikenal sebagai Ki Bang Kuning atau Mbah Karimah.
Ki Bang Kuning akhirnya memeluk Islam dan menjadi pengikut setia Raden Rahmat. Raden Rahmat pun menikahi putri Ki Bang Kuning yang bernama Mas Karimah. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua orang putri, yaitu Mas Murtosiyah dan Mas Murtosimah.
Sunan Ampel kemudian menetap di kediaman Ki Bang Kuning dan membangun masjid sebagai pusat dakwah, mengajarkan Islam kepada masyarakat di sekitarnya.
4. Versi Lain dari Serat Walisana
Dalam versi Serat Walisana, dikisahkan bahwa Raja Majapahit tidak langsung mengangkat Raden Rahmat di Ampel, melainkan menyerahkannya kepada seorang bawahan yaitu Adipati Surabaya, Arya Lembu Sura, yang sudah lebih dahulu masuk Islam.
Arya Lembu Sura kemudian menunjuk Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya dan memberinya tempat tinggal di Ampeldenta, sekaligus memberikan gelar Sunan Ampeldenta dan Pangeran Katib.
Dalam versi ini pula disebutkan bahwa Raden Rahmat menikahi Nyai Ageng Manila, putri dari Arya Teja, seorang tokoh penting dari Tuban. Saat Arya Lembu Sura pensiun dari jabatannya, Raden Rahmat kemudian menggantikannya dan menjadi penguasa Surabaya.
5. Peran dan Pengaruh
Sunan Ampel dikenal sebagai pendiri Pesantren Ampel Denta, salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara. Ia berperan besar dalam menyusun strategi dakwah Walisongo, termasuk dalam membentuk jaringan ulama dan santri di berbagai wilayah.
Sunan Ampel juga memiliki peran spiritual dan politis yang kuat dalam transisi masyarakat Jawa dari kepercayaan lokal dan Hindu-Buddha ke Islam, dengan cara damai, bijaksana, dan penuh toleransi.
6. Wafat
Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 M dan dimakamkan di kompleks Masjid Ampel, Surabaya, yang hingga kini menjadi situs ziarah utama bagi umat Islam di Indonesia.